Tuesday, April 22, 2008

ISLAM YES, MUI NO!

Istilah itu saya temukan pertama kali dalam sebuah milis, dan kalau tidak salah disuarakan oleh teman-teman UIN Aliuddin, Makassar. Terus terang, saya setuju dengan slogan tersebut, Islam Yes, MUI No! Tentu ada beberapa alasan mengapa saya setuju terhadap slogan tersebut. Pertama, saya selalu berkeyakinan bahwa persoalan keyakinan, beragama, bersifat sangat pribadi dan tidak boleh ada campur tangan negara atau pun lembaga lain yang dianggap sebagai representasinya (dalam hal ini, MUI sering sekali dianggap sebagai representasi pemerintah, padahal bukan) kepada siapa pun atau golongan mana pun.

Sudah begitu banyak fakta sejarah yang menunjukkan betapa berbahayanya sebuah kekuasaan politik ketika dia berselingkuh dengan kekuasaan agama. Yang tercipta adalah sebuah kekuasaan absolut. Sedangkan kita tahu, "Absolute power tend to corrupt". Abad pertengahan di Eropa merupakan fakta paling gamblang tentang tesis ini. Raja dan Gereja pada saat itu merupakan "pemilik kebenaran" tunggal. Suara yang berbeda dengan mereka dianggap murtad dan wajid diberangus. Kita tentu telah mendengar bagaimana nasib Copernicus dan Galileo karena praktek tersebut. Kebenaran yang mereka ungkapkan - dan terbukti beberapa abad kemudian - ditentang oleh Gereja, dan mereka dianggap sesat. Dampak lebih jauh terhadap kehidupan masyarakat mudah sekali ditebak. Masyarakat akan terkungkung, tidak hanya dalam aktivitas keseharian mereka, bahkan dalam pemikiran mereka. Akibatnya, Eropa selama hampir 8 abad berada dalam kegelapan. Peradaban mereka jauh tertinggal dari peradaban Islam yang saat itu tengah berkibar. Dan ketika kekuasaan gereja tumbang, masa pencerahan di Eropa pun dimulai. Perlahan namun pasti, peradaban mereka tumbuh dan tidak lebih dari tiga abad kemudian mereka sudah menguasai dunia. Ilmu pengetahuan berkembang pesat, yang diikuti dengan perkembangan sistem pemerintahan, teknologi, sistem hukum, dan lain sebagainya. Dan hingga hari ini, Eropa - bersama-sama dengan Amerika yang sekuler - masih terus menguasai dunia.

Ada satu benang merah yang bisa ditarik dari situ, yakni bahwa kebebasan telah membawa kemajuan peradaban yang luar biasa. Dengan kebebasan, setiap manusia dapat dengan nyaman mengembangkan potensi yang dimilikinya, tanpa rasa takut, hingga dapat mencapai taraf optimal. Dan saya percaya sepenuhnya, kebebasan merupakan pra-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah bangsa untuk maju. Tanpa kebebasan, tidak akan pernah dicapai kemajuan. Kalau pun maju, itu hanyalah kemajuan semua. Pengalaman komunisme di Uni Sovyet dan negara Eropa Timur lainnya menunjukkan hal tersebut.

Lantas apa hubungannya dengan MUI?

Seperti telah disebutkan sebelumnya, adalah berbahaya ketika penguasa dan agama berselingkuh. Dan fenomena saat ini di Indonesia menunjukkan tanda-tanda bahwa perselingkuhan itu mungkin terjadi, tepatnya antara pemerintah dan MUI. Fatwa sesat yang dikeluarkan oleh MUI terhadap Ahmadiyah telah memicu gerakan-gerakan anarkis dan penuh kekerasan oleh berbagai kelompok Islam terhadap pemeluk Ahmadiyah. Mengerikan tentunya. Bagaimana sebuah bangsa yang terkenal pluralis telah berubah menjadi monster yang mengerikan bagi kelompok minoritas. Dan bagi saya, MUI lah yang paling bertanggung jawab dalam hal ini.

Apa dan siapa MUI sebenarnya? MUI dibentuk oleh pemerintah Orde Baru pada tanggal 26 Juli 1975 sebagai alat legitimasi kebijakan dan tindakan pemerintah pada saat itu. Pembentukannya tidak bisa lepas dari konteks kepentingan politik pemerintah pada saat itu. Menurut mantan Menteri Agama, Munawir Syadzali, fungsi utama MUI adalah untuk menjelaskan kebijakan pemerintah dalam bahasa yang dapat dipahami umat. Dulu, MUI berfungsi memberi fatwa halal pada proyek Keluarga Berencana KB, membenarkan SDSB, dan beberapa kebijakan pemerintah lainnya. Artinya, MUI hanya mengikuti dan memberi cap halal atau Islam bagi kebijakan pemerintah yang dinilai memerlukannya. Memang, beberapa kali sebenarnya MUI juga mengeluarkan fatwa sesat bagi aliran sempalan atau sekte-sekte tertentu. Tapi beda dengan sekarang, mereka yang dulu diaggap sempalan tetap diberi perhatian. Gerakan-gerakan sempalan itu, dulu dilindungi aparat. Ketika itu, aparat sama sekali independen dan MUI juga di bawah kontrol aparat.

Tapi itu dulu. Sekarang, pemerintah yang tampaknya mengikuti MUI daripada MUI yang mengikuti pemerintah. MUI telah bertransformasi menjadi lebih independen sembari terus berupaya mempertahankan eksistensinya. Ya, tentu bagi mereka eksistensi penting. Sebab MUI, di tengah ormas Islam lain (misalkan NU dan Muhammadiyah), dilihat dari sisi historis, jumlah pengikut, jumlah ulama, dan jasanya terhadap republik ini sama sekali tidak ada apa-apanya. Mereka kemudian berusaha keluar dari khittahnya, dengan memanfaatkan iklim demokrasi, mengeluarkan fatwa-fatwa tanpa persetujuan pemerintah. Sungguh berbahaya. Sebab bagaimanapun, nama mereka yang mengandung kata "ulama" dapat menjadi kata sakti yang fatwanya (harus) dipatuhi ummat. Kasus Ahmadiyah telah menunjukkan bagaimana sakti sekaligus berbahayanya fatwa mereka.

Sepak terjang MUI telah membuat makin rancunya kehidupan kenegaraan kita. Hari ini kita melihat bahwa MUI seakan-akan berada di atas negara. Dengan dukungan kaum fundamentalis Islam, fatwa MUI dipaksakan untuk disahkan menjadi hukum oleh pemerintah. Dalam kasus Ahmadiyah, pemerintah dihadapkan pada situasi dilematis, antara menerima desakan MUI atau menolak yang tentunya tidak populer. Di sini, saya mendesak pemerintah untuk menegakkan konstitusi. Dalam UUD 1945 telah secara jelas disebutkan bahwa negara menjamin kebebasan beragama warganya. Maka seharusnya, pemerintah menolak tuntutan tersebut, dan melindungi kebebasan beragama para pemeluk Ahmadiyah.

Lebih jauh lagi, gejolak yang timbul akibat fatwa-fatwa MUI selama ini seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah, bagaimana berbahayanya MUI bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah harus menertibkan MUI, bahkan bila perlu membubarkannya. Toh saya pikir, Indonesia akan tetap hidup - bahkan dapat lebih baik - tanpa MUI. Dan sejarah telah mencatat itu.

Read More......